BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Era globalisasi dalam memperoleh kesempatan
mendapatkan lapangan pekerjaan semakin sempit serta makin lamanya krisis
ekonomi di negara kita secara tidak langsung mempengaruhi cara berfikir maupun
cara bertindak bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama golongan menengah
ke bawah dalam menghadapi masalah. Bagi orang yang berfikir positif dan tidak
terlalu pesimis menghadapi masalah yang muncul, mungkin tidak akan mudah
mengalami stress dalam menghadapi masalahnya, tetapi bagi orang yang labil dan
mudah putus asa akan berat menghadapinya. Apabila dalam mengatasinya dalam
jangka waktu yang panjang dan juga tidak didukung oleh pengobatan secara
optimal, maka akan sangat mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang. Gangguan jiwa
yang terjadi di Indonesia pada umumnya adalah skizofrenia Skizofrenia adalah gangguan mental yang cukup luas dimana
sekitar 99% pasien di RS jiwa di Indonesia adalah penderita skizofrenia.
Angka kejadian Skizofrenia diseluruh dunia diperkirakan 0,2 – 0,8 % setahun ( Maramis,
1998). Sedangkan di Amerika Serikat angka kejadiannya adalah 1 per 1000 orang
penduduk ( Kusuma, 1997).
Gejala-gejala
skizofrenia mengalami penurunan fungsi atau ketidakmampuan dalam menjalani
hidupnya sangat terlambat produktifitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan
orang lain ( Arif, 2006 ).
Salah satu gejala umum Skizofrenia adalah
halusinasi. Halusinasi ada beberapa macam dan salah satunya adalah halusinasi
akustik (Rasmun, 2001). Klien dengan halusinasi akustik sering kali mendengar
suara-suara yang langsung ditujukan pada klien dan biasanya isi suara tersebut
tidak menyenangkan, bersifat menghina dan menuduh.
Gejala yang
muncul pada klien halusinasi adalah sering mendengar suara-suara dari luar baik
jelas ataupun tidak jelas. Gejala tersebut
sangat khas dalam penampilannya dan merupakan satu gangguan yang sangat
kompleks ditemukan. Apabila gejala tersebut tidak mendapat penanganan secara
baik, maka akan sangat beresiko munculnya gangguan dalam diri seseorang
khususnya resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Seseorang akan
merasa bahwa halusinasinya itu nyata sehingga klien menolak untuk berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya ( Stiadi, 2006 ).
Berdasarkan
masalah diatas, dalam meningkatkan kemampuan seseorang untuk berfikir secara
realita dan nyata tentang dampak klien yang
mengalami halusinasi akustik apabila tidak mendapatkan pengobatan yang
tepat akan mengakibatkan timbulnya resiko mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungannya sehingga, diperlukan penanganan khusus. Hal ini dikarenakan klien tidak bisa membedakan
antara yang nyata dan tidak nyata. Klien merasa bahwa halusinasinya itu nyata
dan klien akan menolak berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitar
yang nyata. Peran, fungsi dan tanggung jawab perawat adalah untuk meningkatkan
derajat kesehatan jiwa, memulihkan, dan melaksanakan program rehabilitasi.
Peran perawat dalam menghadapi klien halusinasi adalah membina hubungan saling
percaya melalui pendekatan terapeutik dan membantu klien menghadirkan realita. Dari
uraian diatas maka penulis mengambil kasus pasien “Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi pendengaran”.
B.
Tujuan Penulisan
Tujuan
Mendiskripsikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi
C.
Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini terdiri atas 3 BAB sebagai berikut :
·
BAB I Pendahuluan
-
latar belakang masalah,
-
tujuan penulisan
-
sistematika penulisan.
·
BAB II Tinjauan Teori
-
pengertian,
-
jenis-jenis halusinasi,
-
penyebab,
-
respon neurobiologi,
-
manifestasi klinik,
-
mekanisme koping,
-
masalah keperawatan,
-
pohon masalah,
-
diagnosa keperawatan,
-
fokus intervensi.
·
BAB III Kesimpulan dan saran operasional untuk meningkatkan kualitas
keperawatan.
·
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Halusinasi adalah suatu sensori persepsi
terhadap sesuatu hal tanpa stimulus dari luar. Halusinasi merupakan pengalaman
terhadap mendengar suara Tuhan, suara setan dan suara manusia yang berbicara
terhadap dirinya, sering terjadi pada pasien skizofrenia ( Stuart and Sundeen,
1991 ).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan suatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar. Keyakinan tentang halusinasi adalah
sejauh mana pasien itu yakin bahwa halusinasi merupakan kejadian yang benar,
umpamanya mengetahui bahwa hal itu tidak benar, ragu-ragu atau yakin sekali
bahwa hal itu benar adanya ( Maramis, 2004).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah dimana
seseorang mempersepsikan sesuatu tanpa adanya stimulus atau rangsangan dari
luar.
B.
Jenis-jenis Halusinasi
Jenis-jenis Halusinasi menurut
Stuart dan Laraia (2001), meliputi :
1.
Halusinasi Pendengaran /
akustik
|
Karakteristik :
mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan kepercakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang
orang yang mengalami halusinasi pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang
membahayakan.
2.
Halusinasi Penglihatan /
visual
Karakteristik : Stimulus visual dalam bentuk
kilatan cahaya, gambar geometri, gambar kartoon, bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan bias menyenagkan atau menangkutkan seperti melihat monster.
3.
Halusinasi Penghidu
Karakteristik : Membaui bau-bau tertentu seperti
bau darah, urin atau fases, umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau demensi.
4.
Halusinasi Pengecapan
Karakteristik
: Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin dan feses.
5.
Halusinasi Perabaan
Karateristik : Mengalami nyeri
atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang dating dari tanah, benda mati, atau orang lain.
6.
Halusinasi cenesthetic
Karakteristik : merasakan fungsi tubuh seperti
aliran darah divena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urin.
7.
Halusinasi Kinesthetic
Karakteristik
: Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri.
C.
Fase – fase Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia, 2001 fase-fase halusinasi
meliputi :
a.
Fase Comforting
Klien
mengalami ansietas sedang dan halusinasi yang menyenangkan. Klien mengalami
perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, takut dan mecoba
untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Individu mengalami bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam
kendali kesadaran, jika ansietas dapat ditangani. Fase ini bersifat non
psikotik.
Perilaku
klien : menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan
asyik sendiri, respon verbal yang lambat jika sedang asyik.
b.
Fase Condenming
Klien mengalami ansietas berat dan halusinasi menjadi
menjijikkan. Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Klien mungkin mengalami diperlakukan oleh pengalaman sensori dan
menarik diri dari orang lain. Fase ini bersifat psikotik ringan.
Perilaku klien : meningkatkan tanda-tanda system saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan
tekanan darah. Rentang perhatian menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
c.
Fase Controlling
Klien
mengalami ansietas berat dan pengalaman sensorik menjadi berkuasa. Klien
berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Isi
halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika
sensorik halusinasi berhenti. Fase ini bersifat psikotik.
Perilaku
klien : kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti, kesukaran
berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik atau
menit.
d.
Fase Conquering
Klien mengalami panik dan umumnya menjadi melebur dalam
halusinasi. Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada
intervensi terapeutik. Fase ini bersifat psikotik berat.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi
kuat suicide atau homicide. Aktifitas fisik merefleksikan isi halusinasi
seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia dan tidak
mampu merespon terhadap perintah yang kompleks.
D.
Rentang Respon
Neurobiologis
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi
sepanjang rentang respon yang berhubungan dengan fungsi neurobiologi. Perilaku
yang dapat diamati dan mungkin menunjukkan adanya halusinasi disajikan dalam
tabel berikut :
Gambar 2.1
Rentang Respon Neurobiologis
|
|
|||||||||||
|
|
|
||||||||||
Sumber
: Stuart ( 2002 )
Gejala
psikosis dikelompokkan menjadi lima kategori utama fungsi otak : kognitif,
persepsi, emosi, perilaku, dan sosialisasi yang saling berhubungan. Perilaku
yang berhubungan dengan masalah proses informasi termasuk pada semua aspek
memori, perhatian, bentuk dan isi bicara, pengambilan keputusan, dan isi pikir
( waham, pola pikir primitif, dan pemikiran autistik ). Persepsi mengacu pada
pada identifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui pancaindra. Perilaku yang berhubungan dengan
masalah-masalah persepsi yaitu halusinasi, ilusi, dan depersonalisasi ( Stuart,
2002 ).
Perilaku yang berhubungan dengan emosi dapat
diekspresikan secara berlebihan ( hiperekspresi ) atau kurang ( hipoekspresi )
dengan sikap yang tidak sesuai. Individu yang mengalami skizofrenia mempunyai
masalah yang berhubungan dengan hipoekspresi diantaranya : aleksitimia, apati,
dan anhedonia. Respon neurobiologis maladaptif menimbulkan perilaku yang aneh,
tidak enak dipandang, membingungkan, sulit diatasi, dan sulit dipahami orang
lain.
Perilaku yang berhubungan dengan gerakan diantaranya
gerakan mata abnormal, menyeringai, langkah yang tidak normal, apraksia, dan
ekoprasia. Perubahan perilaku meliputi agresi atau agitasi, perilaku stereotip,
impulsif dan avolisi. Perilaku yang berhubungan dengan sosialisasi diataranya
menarik diri, harga diri rendah, tidak tertarik dengan aktivitas rekreasi, dan
penurunan kualitas hidup ( Stuart, 2002 ).
E.
Etiologi
a.
Faktor Predisposisi
Menurut
Stuart & Sundeen, (1991) faktor predisposisi meliputi :
1.
Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon
neurobiologis yang maladaptif yang baru mulai dipahami. Termasuk hal-hal
berikut : a) Penelitian
pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang luas dalam
perkembangan skizofrenia, b) Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia.
Hasil penelitian sangat menunjukkan hal-hal berikut ini 1) Dopamine
neurotransmitter yang berlebihan, 2) Ketidakseimbangan antara dopamine dan
neurotransmitter lain, 3) Masalah-masalah pada system reseptor dopamine.
Keluarga dengan kembar identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka
kejadian yang lebih tinggi pada skizofrenia.
2.
Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon
neurobiologi yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Sayangnya, teori
psikologi terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini.
Sehingga, menimbulkan kurangnya rasa percaya diri keluarga terhadap tenaga
kesehatan jiwa professional.
3.
Sosial Budaya
Perpisahan
traumatik individu dengan benda atau yang sangat berarti serta perilaku
mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam
berinteraksi dengan lingkungan
4.
Organik
Gangguan orientasi realitas muncul karena kelainan
organik yang biasa disebabkan infeksi, racun, trauma atau zat-zat substansi
yang abnormal serta gangguan metabolic masuk didalamnya.
b.
Faktor presipitasi
Menurut Stuart and Sundeen (1991) faktor presipitasi
halusinasi adalah sebagai berikut :
1.
Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif termasuk : a)
Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi, (b) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi rangsangan.
2.
Stress
lingkungan
Secara biologis menetapkan
ambang terhadap toleransi stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3.
Pemicu
gejala
Pemicu yang biasanya
terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptif berhubungan dengan
kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu.
F.
Manifestasi Klinik
Menurut
Towsend (1998) karakteristik perilaku yang dapat ditunjukkan klien dengan
kondisi halusinasi berupa :
- Data subjektif
a. Mendengar
suara atau bunyi tanpa stimulus nyata
b.
Melihat
gambaran tanpa stimulus nyata
c.
Mencium
bau tanpa stimulus nyata
d.
Merasa
makan sesuatu
e.
Merasa
ada sesuatu pada kulitnya
f.
Takut
terhadap suara atau bunyi yang didengarnya
g.
Ingin
memukul dan melempar barang
- Data Obyektif
a.
Berbicara,
senyum dan tertawa sendiri
b.
Pembicaraan
kacau dan kadang tidak masuk akal
c. Tidak
dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata
d. Menarik
diri dan menghindar dari orang lain
e.
Disorientasi
f.
Tidak
dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi rendah
g.
Perasaan
curiga, takut, gelisah, bingung
h. Ekspresi
muka : tegang, muka merah, kadang pucat
i.
Tidak mampu melakukan aktivitas
mandiri dan kurang bisa mengontrol diri
j.
Menunjukkan perilaku merusak diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.
G.
Penyebab Terjadinya
Masalah
Menurut Keliat ( 1998 ) mekanisme dari klien dengan menarik diri yaitu berdiam diri dan tidak ingin
berinteraksi atau berhubungan dengan orang lain, dia juga akan melepaskan diri
dari minat dan perhatian lingkungan serta orang lain, preokupasi dengan
pikirannya sendiri yang akhirnya menimbulkan halusinasi.
H.
Akibat Terjadinya
Masalah
Menurut Keliat ( 1998 ) mekanisme resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan yaitu klien dengan halusinasi terjadi pengembangan non realita,
kemudian akan timbul suatu rangsangan terhadap psikologi klien untuk melakukan
perilaku mal adaptif.
I.
Mekanisme Koping
Menurut Keliat ( 1998 ) perilaku yang
mewakili upaya untuk melindungi diri
sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik adalah:
- Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas, hanya mampu sedikit energi yang tertinggal untuk aktivitas hidup sehari - hari sehingga klien menjadi malas untuk beraktivitas,
- Projeksi, mencoba
menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada
orang lain atau sesuatu benda,
- Menarik diri, sulit mempercayai orang lain
dan asyik dengan stimulus internal,
- Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
J.
Pohon Masalah
Gambar 2.2 Pohon Masalah Perubahan
Persepsi Sensori : Halusinasi
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
|
|||||||
Sumber : Keliat ( 2005 )
K.
Masalah Keperawatan
Menurut Keliat ( 2005 ) adapun masalah yang muncul
pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi akustik antara lain
adalah :
1.
Risiko tinggi mencederai (diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan)
2. Perubahan sensori persepsi: halusinasi
3. Isolasi sosial: menarik diri
4.
Gangguan konsep diri harga diri rendah
5. Gangguan pemeliharaan kesehatan
6.
Defisit perawatan diri : mandi dan berhias
L.
Diagnosa Keperawatan
Menurut Keliat ( 2005 )
diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi akustik antara lain adalah :
1. Risiko menciderai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
2. Ganguan sensori persepsi : halusinasi
pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
3. Isolasi sosial : menarik diri
berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
4. Gangguan pemeliharaan kesehatan
berhubungan dengan defisit perawatan diri : mandi dan berhias.
5. Defisit
perawatan diri berhubungan dengan menarik diri.
M.
Fokus Intervensi
Menurut
Keliat ( 1998 ) Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan
umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan tindakan keperawatan. Tujan umum berfokus pada
penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat dicapai
jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai.
1. Diagnosa keperawatan
I Risiko tinggi mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran (Keliat,
1998).
a. Tujuan umum : klien tidak menciderai
diri sendiri dan orang lain dan lingkungan.
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria
Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata,
mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk
berdampingan dengan perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi Keperawatan:
Bina hubungan
saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik
a)
Sapa klien dengan ramah baik verbal
ataupun non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c)
Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya
g)
Beri
perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2)
Klien dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria Evaluasi : Klien dapat
menyebutkan waktu, isi,
frekuensi timbulnya halusinasi, klien dapat mengungkapkan perasaan
terhadap halusinasinya.
Klien dapat
mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi Keperawatan :
a)
Adakan kontak sering dan singkat
secara bertahap,
b)
Observasi tingkah laku klien terkait
dengan halusinasinya : bicara dan tertawa tanpa stimulus. Memandang ke kiri dan
ke kanan atau ke depan seolah-olah ada teman bicara
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
(1) Jika menemukan klien yang sedang
halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar
(2) Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa
yang dikatakan
(3) Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)
(4)
Katakan bahwa ada klien lain seperti
klien
(5)
Katakan
bahwa perawat akan membantu klien
d) Diskusikan dengan klien
(1)
Situasi
yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi
(2)
Waktu
dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, sore dan malam atau jika sendiri
atau jengkel atau sedih)
e)
Diskusikan
dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih,
senang) beri kesempatan mengungkapkan perasaannya.
3) Klien dapat
mengontrol halusinasinya
Kriteria Evaluasi : Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya
dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya
Klien dapat menyebutkan cara baru
Klien
dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan dengan
klien
Klien dapat
melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya
Klien dapat
mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi Keperawatan :
a) Identifikasi bersama klien cara atau
tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi, tidur, marah, menyibukkan diri
dll.
b)
Diskusikan manfaat dan cara yang
digunakan klien, jika bermanfaat berikan pujian
c)
Diskusikan cara
baru untuk memutus
atau mengontrol timbulnya
halusinasi :
(1)
Katakan
"saya tidak mau mendengar kamu " (pada saat halusinasi terjadi)
(2)
Menemui
orang lain (perawat, teman, anggota keluarga) untuk bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi yang didengar.
(3)
Membuat
jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul
(4) Meminta
keluarga, teman, perawat, menyapa jika tampak bicara sendiri
d)
Bantu klien memilih dan melatih cara
memutus halusinasi secara bertahap
e)
Beri kesempatan untuk melakukan cara
yang telah dilatih evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
f)
Anjurkan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok , Orientasi realita, stimulasi persepsi.
4) Klien mendapatkan dukungan keluarga untuk
mengendalikan halusinasinya.
Kriteria Evaluasi : keluarga dapat membina hubungan saling
percaya dengan perawat, keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan
tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
Intervensi Keperawatan :
a)
Anjurkan klien untuk memberitahu
keluarga jika mengalami halusinasi.
b)
Diskusikan dengan keluarga (pada saat
keluarga berkunjung /pada saat kunjungan rumah).
(1)
Gejala
halusinasi yang dialami klien
(2)
Cara
yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
(3)
Cara
merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
(4)
Beri
informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan: halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai orang lain.
5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Kriteria Evaluasi :
a)
Klien dapat menyebutkan manfaat dosis
dan efek samping obat.
b)
Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan
obat dengan benar.
c)
Klien dapat informasi tentang efek dan
efek samping obat.
d)
Klien dapat memahami akibat
berhentinya obat tanpa konsultasi.
e)
Klien dapat menyebutkan prinsip lima
benar penggunaan obat.
Intervensi
Keperawatan:
a)
Diskusikan dengan klien tentang dosis,
frekuensi dan manfaat obat.
b)
Anjurkan
klien meminta obat sendiri pada perawat dan merasakan manfaatnya.
c)
Anjurkan klien bicara sendiri dengan
dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan.
d) Diskusikan akibat berhenti obat - obat
tanpa konsultasi.
2.
Diagnosa Keperawatan II Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
berhubungan dengan menarik diri.
a.
Tujuan umum : Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina
hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria hasil : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa
senang, ada kontak mala, mau berjabat tangan, man menyebutkan nama, mau
menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan
masalah yang dihadapi.
Intervensi Keperawatan :
a)
Bina hubungan saling percaya dengan
mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
b)
Sapa klien dengan ramah baik verbal
maupun non verbal
c)
Perkenalkan
diri dengan sopan
d)
Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai klien
e)
Jelaskan
tujuan pertemuan
f)
Jujur
dan menepati janji
g)
Tunjukkan
sikap empati dan menerima klien apa adanya
h)
Beri
perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
2) Klien
dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Kriteria Evaluasi : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
yang berasal dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Intervensi Keperawatan:
a)
Kaji pengetahuan klien tentang
perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b)
Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul
c)
Diskusikan bersama klien tentang perilaku
menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul
d)
Berikan
pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
e)
Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan
perilaku menarik diri dari lingkungan sosial, klien dapat berhubungan sosial
dengan orang lain secara bertahap, dan klien mendapat dukungan keluarga dalam
mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
3)
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
Kriteria
Evaluasi : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain,
misalnya : banyak teman, tidak sendiri, bisa diskusi.
Klien dapat
menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain misalnya, sendiri,
tidak punya teman, sepi l.
Intervensi Keperawatan :
a)
Kaji pengetahuan klien manfaat dan
keuntungan tidak berhubungan dengan orang lain
b)
Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain,
c)
Diskusikan bersama klien tentang
manfaat berhubungan dengan orang lain
d)
Beri reinforcement positif terhadap
kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang
lain,
e)
Kaji pengetahuan klien tentang
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
f)
Beri kesempatan kepada
klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain,
g)
Diskusikan bersama
klien tentang kerugian
tidak berhubungan dengan orang
lain,
h)
Beri reinforcement positif
terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
4)
Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
Kriteria
Evaluasi : Klien
dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap antara lain, keluarga/Kelompok/Masyaakat.
Intervensi
Keperawatan :
a)
Kaji kemampuan klien membina hubungan
dengan orang lain
b)
Dorong dan bantu klien untuk
berhubungan dengan orang lain melalui tahap : keluarga /Kelompok/Masyarakat
c)
Beri reinforcement positif terhadap
keberhasilan yang telah dicapai
d)
Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat
berhubungan dengan orang lain
e)
Diskusikan jadwal harian yang dapat
dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f)
Motivasi klien untuk mengikuti
kegiatan ruangan
g)
Beri reinforcement positif atas kegiatan
klien dalam kegiatan ruangan.
5)
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Kriteria
Evaluasi : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain untuk diri sendiri, orang lain.
Intervensi Keperawatan :
a)
Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
b)
Diskusikan dengan
klien tentang perasaan
manfaat berhubungan dengan orang
lain
c)
Beri
reinforcement positif atas kemampuan
klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan orang lain.
6) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung
atau keluarga
Kriteria
Evaluasi : Keluarga dapat menjelaskan perasaannya, mendemonstrasikan cara
perawatan klien menarik diri, berpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri
Intervensi Keperawatan:
a) Diskusikan dengan
anggota keluarga tentang :
perilaku menarik diri, penyebab
perilaku menarik diri, akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri
tidak ditanggapi, dan cara keluarga menghadapi klien menarik diri.
b) Dorong anggota keluarga untuk memberi
dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
c)
Anjurkan anggota
keluarga secara rutin dan
bertahap bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
d) Beri reinforcement positif atas
hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Setelah membuat makalah ini, maka penulis (kami)
menyimpulkan bahwa dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi dapat digunakan pendekatan atau hubungan terapeutik
yang intensif agar terbina hubungan saling percaya antara klien dengan perawat
dank lien klien dapat mengungkapkan perasaannya dengan terbuka, jujur pada
perawat.
2.
Perawatan yang dilakukan
pada klien dengan gangguan perspsi sensori halusinasi agar klien tidak
melakukan tindakan kekerasan atau melukai diri sendiri orang lain dan
lingkungan adalah dengan cara membantu klien mengenal halusinasinya dan
membantu klien mengontrol halusinasinya.
3.
Keluarga klien kurang
berperan dalam proses keperawatan dan dukungan dari keluarga tidak ada karena
keluarga klien tidak ada yang menjenguk klien selama perawatan di rumah sakit.
- Saran
1.
Diharapkan seorang perawat
dapat memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dan melakukan suatu pendekatan
singkat namun sering, sebagai upaya untuk membina hubungan saling percaya
antara perawat dan klien dapat menciptakan hasil yang berkualitas dan
menguntungkan bagi klien.
2.
Perawat hendaknya selalu
mengawasi dan memberi dukungan pada klien dengan selalu memperhatikan kebutuhan
klien serta memotivasi klien untuk melakukan kegiatan yang dapat mengontrol
halusinasi.
3.
Dukungan dari pihak
keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dan
halusinasi hendaknya lebih memperhatikan dan sering mengajak komunikasi dan
jangan mengisolasikan dan mengucilkan klien.
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah sebagai gangguan toleransi glukosa
berbagai tingkat yang diketahui pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah
penderita perlu mendapat insulin atau tidak. Pada kehamilan trimester pertama
kadar glukosa akan turun antara 55-65% dan hal ini merupakan respon terhadap
transportasi glukosa dari ibu ke janin. Sebagian besar DMG asimtomatis sehingga
diagnosis ditentukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan rutin.
Di Indonesia insiden DMG sekitar
1,9-3,6% dan sekitar 40-60% wanita yang pernah mengalami DMG pada pengamatan
lanjut pasca persalinan akan mengidap diabetes mellitus atau gangguan toleransi
glukosa. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah
sewaktu dan 2 jam post prandial (pp). Bila hasilnya belum dapat memastikan diagnosis
DM, dapat diikuti dengan test toleransi glukosa oral. DM ditegakkan apabila
kadar glukosa darah sewaktu melebihi 200 mg%. Jika didapatkan nilai di bawah
100 mg% berarti bukan DM dan bila nilainya diantara 100-200 mg% belum pasti DM.
Pada wanita hamil, sampai saat ini
pemeriksaan yang terbaik adalah dengan test tantangan glukosa yaitu dengan
pembebanan 50 gram glukosa dan kadar glikosa darah diukur 1 jam kemudian. Jika
kadar glukosa darah setelah 1 jam pembebanan melebihi 140 mg% maka dilanjutkan
dengan pemeriksaan test tolesansi glukosa oral.
B.
Tujuan
Untuk
meningkatkan pengetahuan tentang Diabetes Gestational p menurut dapat
mengaplikasikannya dalam praktik keperawatan.
C. Rumusan Masalah
a.
Definisi Diabetes
Mellitus Gestasional (DMG)
b. Klasifikasi
c.
Penatalaksanaan
d. Bahaya DMG
e. Penyebab dan faktor risiko
f. Gejala
g. Diagnosis
h. Pengelolaan
i.
Pencegahan
j.
Komplikasi – komplikasi dari DMG
k. Siapa Yang Berisiko Untuk Gestational Diabetes ?
l.
Mendiagnosa Gestational
Diabetes
m. Mengendalikan DG
n. Bagaimana saya
memonitor tingkat-tingkat gula darah saya ?
o. Perlukah saya
mengambil insulin untuk DMG?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
Diabetes mellitus pada kehamilan dalam istilah kedokteran disebut
diabetes mellitus gestasional. Diabetes mellitus ini mungkin hanya berlangsung
selama kehamilan tetapi dapat juga berlanjut meski sudah tidak hamil lagi.
Menurut penelitian sekitar 40-60 persen ibu yang mengalami diabetes
mellitus pada kehamilan dapat berlanjut mengidap diabetes mellitus setelah
persalinan. Disarankan agar setelah persalinan pemeriksaan gula darah diulang
secara berkala misalnya setiap enam bulan sekali.
Faktor risiko diabetes
mellitus pada kehamilan adalah riwayat keguguran berulang, pernah melahirkan
bayi yang beratnya sama dengan atau melebihi 4000 g, pernah mengalami
preeklamsia (keracunan kehamilan), atau pernah melahirkan bayi mati tanpa sebab
yang jelas atau bayi dengan cacat bawaan.
Selain itu yang juga merupakan
faktor risiko adalah usia ibu hamil yang melebihi 30 tahun, riwayat diabetes
mellitus dalam keluarga, serta pernah mengalami diabetes mellitus pada
kehamilan sebelumnya.
Penatalaksanaan diabetes pada
kehamilan sebaiknya dilakukan secara terpadu antara dokter kebidanan, penyakit
dalam, ahli gizi, dan spesialis anak. Sasaran penatalaksanaan adalah
mencapai kadar gula darah yang normal yaitu gula darah puasa kurang dari 105
mg/dl dan dua jam sesudah makan kurang dari 120 mg/dl. Sasaran dapat dicapai
dengan melakukan pengaturan makan.
Bila diperlukan maka diberikan insulin untuk menurunkan kadar gula darah
mencapai normal. Biasanya bila kadar gula darah puasa melebihi atau sama dengan
130 mg/dl di samping perencanaan makan perlu diberikan insulin.
Bila kadar gula darah puasa di bawah 130 mg/dl, penatalaksanaan dapat
dimulai dengan perencanaan makan saja. Dalam perencanaan makan dianjurkan
jumlah kalori sebesar 35 kal/kg berat badan ideal, kecuali bila penderita gemuk
jumlah kalori dikurangi. Pada kehamilan biasanya perlu dipertimbangkan
penambahan kalori sebanyak 300 kal. Agar janin dalam kandungan dapat tumbuh
secara baik dianjurkan untuk mengkonsumsi protein sebesar 1-1,5 g.
Penggunaan insulin biasanya dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan
sesuai kebutuhan untuk mencapai kadar gula darah yang normal. Biasanya Anda
akan diajari menyuntik insulin sendiri agar tidak tergantung orang lain.Untuk
itu Anda perlu mempelajari prinsip-prinsip sterilitas, mengenal berbagai macam
insulin, serta memahami dosis dan penyediaan insulin yang tepat.
Anda tidak perlu khawatir terhadap pengaruh buruk insulin pada
pertumbuhan janin. Justru pemberian insulin ini diharapkan dapat membantu
tercapainya kadar gula darah normal sehingga janin dapat tumbuh dengan baik dan
terhindar dari kesulitan waktu melahirkan.
Bila gula darah tidak
dikendalikan, maka terjadi keadaan gula darah ibu hamil yang tinggi
(hiperglikemia) yang dapat menimbulkan risiko pada ibu dan juga janin.
Risiko pada janin dapat terjadi hambatan pertumbuhan karena timbul
kelainan pada pembuluh darah ibu dan perubahan metabolik selama masa kehamilan.
Sebaliknya dapat terjadi makrosomia yaitu bayi pada waktu lahir besar akibat
penumpukan lemak di bawah kulit. Juga pernah dilaporkan terjadinya cacat bawaan
karena diabetes mellitus yang tidak diobati waktu kehamilan.
Risiko lain adalah meningkatnya kadar bilirubin bayi serta gangguan napas
dan kelainan jantung. Pada ibu hamil diabetes mellitus yang tidak diobati dapat
menimbulkan risiko terjadinya penyulit kehamilan berupa preeklamsi, cairan
ketuban yang berlebihan, dan infeksi saluran kemih. Jadi penatalaksanaan diabetes mellitus pada kehamilan perlu
dilakukan dengan baik untuk meningkatkan taraf kesehatan ibu dan bayi
Kehamilan merupakan satu “keadaan diabetogenik” dengan meningkatnya
resistensi insulin dan “ambilan glucosa” perifer yang menurun (akibat hormon
plasenta yang memiliki aktivitas “anti insulin”.
Adaptasi ini berlangsung untuk menjamin agar janin dapat menerima asupan glukosa secara kontinyu.
Angka kejadian : 3 – 5% kehamilan
Adaptasi ini berlangsung untuk menjamin agar janin dapat menerima asupan glukosa secara kontinyu.
Angka kejadian : 3 – 5% kehamilan
B. Klasifikasi
KOMPLIKASI
MATERNAL:
- Diabetes Gestasional hanya menimbulkan resiko minimal terhadap ibu. Ibu dengan klasifikasi ini tidak memiliki resiko mengalami ketoasidosis diabetikum akibat defisiensi insulin absolut.
- Perawatan diperlukan untuk menghindari hipoglikemia iatrogenik akibat pemberian insulin berlebihan
- Diabetes Gestasional merupakan uji skrining yang baik untuk resistensi insulin ; 50% akan mengalami DG pada kehamilan selanjutnya dan 40 – 60% akan menderita DM dimasa depan.
KOMPLIKASI JANIN
- Makrosomia dengan segala akibatnya.
Diabetes Gestasional :
Menderita DM saat hamil.
Menderita DM saat hamil.
- Kelas A1 → dikendalikan dengan diet.
- Kelas A2 → membutuhkan insulin.
Skrining :
1. “Glucosa Challenge Test” - GCT
1. “Glucosa Challenge Test” - GCT
- Dilakukan pada kehamilan 26 – 28 mg
- Berikan 50 mg glukosa (tanpa puasa)
- Periksa gula darah 1 jam kemudian :
- Kadar > 140 mg/dL (tinggi) → Glucosa Tolerance Test
- Kadar ≥ 200 mg/dL → GDM tipe A1
2. “Glucosa Tolerance Test” - GTT
- Dikerjakan bila GCT > 140 mg/dL dan > 200 mg/dL.
- Ambil gula darah puasa.
- Beri glukosa 100 g
- Periksa gula darah 1 jam ( n < 180 ), 2 jam ( n < 155 ) dan 3 jam ( n < 140).
- GDM [+] bila terdapat nilai positif tinggi 2 dari 4 pemeriksaan gula darah.
FAKTOR RESIKO
Lakukan tes skrining pada :
1.
Riwayat
GDM dalam keluarga.
2.
Obesitas.
3.
Riwayat
melahirkan anak besar/IUFD/kelainan jantung
C. PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN DIABETES GESTASIONAL
ANTEPARTUM:
- Tujuan utama : mencegah makrosomia dan komplikasinya dengan mempertahankan glukosa darah pada kadar yang diinginkan :
- Gula darah puasa < 95 mg/dL atau < 5.2 mmol / L
- Gula darah 1 jam postprandial < 140 mg/dL atau 7.8 mmol/L
- Gula darah 2 jam postprandial < 120 mg/dL atau < 6.6 mmol/L
- Rekomendasi : diet DM
- Insulin mungkin diperlukan jika kadar gula darah > 95 mg /dL ( > 5.2 mmol/L) ; terapi insulin dmulai segera oleh karena pengaturan diet sulit dilakukan pada ibu hamil.
- OAD-oral anti diabetik untuk DG masih kontroversi
PENATALAKSANAAN DIABETES GESTASIONAL INTRAPARTUM:
- Persalinan SC adalah pilihan yang tepat jika TBJ > 4000 gram
- Karena sumber primer hormon anti insulin adalah plasenta maka tidak terdapat tata laksana lebih lanjut yang dibtuhkan pada periode segera setelah persalinan
- Semua ibu dengan DG harus menjalani skrining 6 – 8 mg pasca salin karena memiliki resiko terkena DM diluar kehamilan
DIABETES PREGESTASIONAL Kondisi ini disebabkan oleh defisiensi insulin absolut (insulin dependent diabetes mellitus – IDDM tipe I) atau terjadi peningkatan resistensi perifer terhadap insulin (non-insulin dependent diabetes mellitus –NIDDM tipe II).
Angka Kejadian : < 1%
KOMPLIKASI :
Tidak seperti halnya dengan DG, diabetes pregestasional berkaitan dengan mortalitas dan morbditas ibu dan perinatal yang bermakna:


PENATALAKSANAAN ANTEPARTUM
DIABETES PREGESTASIONAL :
- Penderita seharusnya sudah berkonsultasi dengan dokter sebelum hamil
- penatalaksanaan antepartum intensif dapat menurunkan mortalitas perinatal menjadi hanya 3 – 5%
PENATALAKSANAAN INTRAPARTUM DAN PASCA SALIN
- Jika pengendalian metabolik baik, dapat diharapkan berlangsungnya persalinan spontan per vaginam pada kehamilan aterm
- Jika TBJ > 4000 gram sebaiknya direncanakan persalinan SC
- Selama proses persalinan ibub tidak boleh makan sehingga harus diberikan cairan glukosa i.v dextrose 5% dengan kecepatan 75 – 100 ml per jam dan kadar gula darah harus diperiksa setiap 2 jam
- Pemberian insulin regular diberikan per infus atau i.v untuk mempertahankan kadar gula darah sebesar 100 – 120 mg/dL
- Selama 48 jam pertama pasca salin kebutuhan insulin diperkirakan menurun. Kadar gula darah yang dapat ditoleransi pada periode ini adalah 150 – 200 mg/dL.
D. Bahaya DG
Diabetes kehamilan berisiko menimbulkan komplikasi kehamilan yang
membahayakan ibu hamil dan bayinya. Risiko komplikasi bagi ibu hamil
mencakup hipertensi kehamilan (pre-eklamsia), edema (pembengkakan), cairan
ketuban terlalu banyak, melahirkan bayi lebih besar dari ukuran normal
(makrosomia) dan persalinan prematur. Potensi risiko untuk bayinya
termasuk penyakit kuning, gula darah rendah dan kesulitan bernafas saat lahir.
Bayi yang ibunya terkena diabetes
kehamilan cenderung memiliki berat badan besar karena dia harus membuat insulin
ekstra untuk mengontrol gula darah yang tinggi, sehingga cadangan lemak
dan jaringannya besar. Hal ini dapat membuat proses kelahirannya sulit dan
seringkali harus melalui operasi caesar. Bayi tersebut juga dapat
memiliki gula darah rendah (hipoglikemia) setelah lahir karena tingkat
insulin tubuhnya yang tinggi. Beberapa studi menunjukkan bahwa bayi yang lahir
dari ibu yang menderita diabetes kehamilan lebih berisiko terkena diabetes tipe 2 dan obesitas di usia dewasanya.
E. Penyebab dan faktor risiko
Penyebab diabetes kehamilan diduga karena kebutuhan
insulin yang meningkat sampai 2-3 kali lebih tinggi selama kehamilan. Di sisi
lain, sejumlah hormon yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan janin
bertindak berlawanan dengan insulin. Jika efek hormon-hormon melebihi kemampuan
ibu untuk memproduksi insulin yang cukup, kadar glukosa darah akan meningkat.
Wanita yang hamil pada usia di atas 30 tahun berisiko
lebih tinggi terkena gangguan ini. Faktor risiko lain adalah keturunan
(terutama bila orang tua atau saudara kandungnya memiliki diabetes tipe 1
atau tipe 2), kelebihan berat badan (BMI lebih dari 25 kg/m2), pernah
menderita diabetes kehamilan sebelumnya, dan riwayat penyakit sindrom ovarium
polikistik (PCO).
Resiko Bagi Bayi
Kebanyakan wanita yang mengalami diabetes kehamilan
melahirkan bayi yang sehat, khususnya jika sang ibu mengontrol kadar glukosa
darahnya , makan makanan sehat seimbang serta mempertahankan berat badan yang
sehat.
Namun demikian, pada beberapa kasus diabetes kehamilan dapat mempengaruhi kehamilan dan bayi yang dikandung. Beberapa potensi resiko bagi bayi adalah:
Namun demikian, pada beberapa kasus diabetes kehamilan dapat mempengaruhi kehamilan dan bayi yang dikandung. Beberapa potensi resiko bagi bayi adalah:
- Bayi lahir dengan ukuran lebih besar dari normal (makrosomia). Dalam beberapa kasus, melahirkan bayi yang besar memerlukan operasi cesar.
- Bayi yang baru lahir mungkin mengalami kadar glukosa darah rendah (hipogikemia). Segera memberi air susu ibu (ASI) dapat membantu meningkatkan kadar glukosa darah bayi. Bayi juga mungkin perlu diberikan glukosa langsung ke darahnya melalui selang.
- Bayi yang baru lahir beresiko mengalami jaundice atau“kuning” (kulit dan putih matanya berwarna kuning). Kondisi ini tidak berbahaya dan biasanya membaik meskipun tanpa perawatan medis.
- Bayi mungkin mengalami gangguan pernapasan yang disebut respiratory distress syndrome (RDS), hal ini dikarenakan jantungnya belum dapat bekerja sempurna. Bayi tersebut mungkin memerlukan bantuan alat untuk membantu pernapasannya. Kondisi ini biasanya membaik setelah beberapa waktu.
- Bayi yang baru lahir mungkin mengalami kekurangan mineral dalam darahnya. Kondisi ini dapat menyebabkan bayi mengalami kejang atau kram otot, namun bisa diatasi dengan pemberian mineral tambahan.
- Ada kemungkinan bayi lahir denga masalah bawaan, misalnya kelainan jantung.
- Ada keungkinan kecil janin meninggal dalam kandungan atau meninggal saat dilahirkan, kemungkinan ini akan menjadi lebih kecil lagi jika sang ibu mengontrol kadar glukosa darahnya dengan baik.
F. Gejala
Diabetes kehamilan biasanya tidak menimbulkan gejala
apapun. Bila ada gejala, keluhan yang mungkin dirasakan adalah gejala umum
diabetes seperti rasa haus terus-menerus, sering buang air kecil, dan cepat
lelah.
G. Diagnosis
Bila Anda termasuk dalam kelompok berisiko dan dicurigai mengembangkan
diabetes kehamilan, pada usia kehamilan 24 s.d. 30 minggu dokter mungkin akan
meminta Anda menjalani skrining yang disebut tes tantangan glukosa (glucose
challenge test). Dalam tes ini Anda diminta meminum cairan manis (larutan
glukosa) dan diambil sampel darah Anda satu jam kemudian.
Jika bacaan glukosa darah Anda tinggi, Anda mungkin diminta menjalani
pemeriksaan lanjutan yang disebut tes toleransi glukosa (glucose tolerance
test) pada hari lain untuk mengkonfirmasi diagnosis. Dalam tes ini, Anda
akan diminta mengkonsumsi minimal 150 mg karbohidrat selama tiga hari dan
kemudian berpuasa selama 14 jam. Sampel darah Anda lalu akan diambil untuk
mengukur kadar glukosa darah puasa. Selanjutnya, Anda akan diminta meminum
cairan manis dengan volume lebih besar atau konsentrasi lebih pekat dari yang
Anda minum dalam tes skrining. Sampel darah Anda kemudian akan diambil dan
dites setiap jam selama tiga jam berikutnya. Hasil kedua tes itu akan memastikan
apakah Anda terkena diabetes kehamilan.
H. Pengelolaan
Diabetes kehamilan adalah jenis diabetes temporer yang menghilang sendiri
setelah bayi lahir. Selama kehamilan, diabetes dapat dikelola melalui diet dan
olahraga, di antaranya:
Pengelolaan DM
dalam kehamilan bertujuan untuk :
·
Mempertahankan
kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl
·
Mempertahankan
kadar glukosa darah 2 jam pp < 120 mg/dl
·
Mempertahankan
kadar Hb glikosilat (Hb Alc) < 6%
·
Mencegah
episode hipoglikemia
·
Mencegah
ketonuria/ketoasidosis deiabetik
·
Mengusahakan
tumbuh kembang janin yang optimal dan normal.
·
Meningkatkan jumlah
latihan rendah impak yang aman seperti berenang, berjalan atau senam kehamilan
·
Menjaga jumlah lemak
yang Anda makan
·
Mengurangi asupan garam
·
Menambah porsi buah dan
sayuran dalam makan sehari-hari.
Dianjurkan pemantauan gula darah teratur minimal 2 kali
seminggu (ideal setiap hari, jika mungkin dengan alat pemeriksaan sendiri di
rumah). Dianjurkan kontrol sesuai jadwal pemeriksaan antenatal, semakin dekat
dengan perkiraan persalinan maka kontrol semakin sering. Hb glikosilat
diperiksa secara ideal setiap 6-8 minggu sekali.
Kenaikan berat badan ibu dianjurkan sekitar 1-2.5 kg pada
trimester pertama dan selanjutnya rata-rata 0.5 kg setiap minggu. Sampai akhir
kehamilan, kenaikan berat badan yang dianjurkan tergantung status gizi awal ibu
(ibu BB kurang 14-20 kg, ibu BB normal 12.5-17.5 kg dan ibu BB lebih/obesitas
7.5-12.5 kg).
Jika pengelolaan diet saja tidak berhasil, maka insulin
langsung digunakan. Insulin yang digunakan harus preparat insulin manusia
(human insulin), karena insulin yang bukan berasal dari manusia (non-human
insulin) dapat menyebabkan
Terbentuknya
antibodi terhadap insulin endogen dan antibodi ini dapat menembus sawar darah
plasenta (placental blood barrier) sehingga dapat mempengaruhi janin.
Pada DMG, insulin yang digunakan adalah insulin dosis
rendah dengan lama kerja intermediate dan diberikan 1-2 kali sehari. Pada DMH,
pemberian insulin mungkin harus lebih sering, dapat dikombinasikan antara
insulin kerja pendek dan intermediate, untuk mencapai kadar glukosa yang
diharapkan.
Obat hipoglikemik oral tidak digunakan dalam DMG karena
efek teratogenitasnya yang tinggi dan dapat diekskresikan dalam jumlah besar
melalui ASI.
Pengelolaan obstetrik
Pada pemeriksaan antenatal dilakukan
pemantauan keadaanklinis ibu dan janin, terutama tekanan darah, pembesaran/
tinggi fundus uteri, denyut jantung janin, kadar gula darah ibu, pemeriksaan
USG dan kardiotokografi (jika memungkinkan).
Pada tingkat Polindes dilakukan pemantauan ibu dan janin
dengan pengukuran tinggi fundus uteri dan mendengarkan denyut jantung janin.
Pada tingkat Puskesmas dilakukan pemantauan ibu dan janin
dengan pengukuran tinggi fundus uteri dan mendengarkan denyut jantung janin.
- Meningkatkan jumlah latihan rendah impak yang aman seperti berenang, berjalan atau senam kehamilan
- Menjaga jumlah lemak yang Anda makan
- Mengurangi asupan garam
- Menambah porsi buah dan sayuran dalam makan sehari-hari.
Pengukuran gula darah teratur juga diperlukan untuk memastikan kadarnya tidak melonjak terlalu
tinggi, terutama setelah makan. Jika kadar gula darah tetap tinggi, Anda
mungkin perlu mendapatkan suntikan insulin.
I. Pencegahan
Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko utama diabetes kehamilan.
Anda yang berberat badan di atas normal dianjurkan untuk menurunkan berat badan
sebelum kehamilan. Faktor risiko lain seperti keturunan, usia dan riwayat
penyakit adalah hal yang di luar kontrol Anda.
J. Komplikasi-Komplikasi
Dari Gestational Diabetes
Diabetes dapat mempengaruhi perkembangan bayi sepanjang kehamilan. Pada
awal kehamilan, diabetes ibu dapat berakibat pada kerusakan-kerusakan kelahiran
dan angka yang meningkat dari keguguran. Banyak dari kerusakan-kerusakan
kelahiran yang terjadi mempengaruhi organ-organ utama seperti otak dan jantung.
Selama trimester kedua dan ketiga, diabetes ibu dapat menjurus pada nutrisi
yang berlebihan dan pertumbuhan yang berlebihan dari bayi. Mempunyai bayi yang
besar meningkatkan risiko-risiko selama kelahiran. Contohnya, bayi-bayi yang
besar seringkali memerlukan kelahiran-kelahiran caesarean dan jika ia
dilahirkan melalui vagina, mereka berada pada risiko yang meningkat untuk
trauma pada pundak mereka.
Sebagai tambahan, jika nutrisi bayi berlebihan
terjadi dan hyperinsulinemia berakibat, gula darah bayi dapat jatuh sangat
rendah setelah kelahiran, karena ia tidak akan menerima gula darah yang tinggi
dari ibu.
Bagaimanapun, dengan perawatan yang benar, anda dapat melahirkan bayi yang
sehat meskipun mempunyai diabetes.
K. Siapa Yang Berisiko Untuk Gestational Diabetes ?
Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko mengembangkan gestational
diabetes selama kelahiran:
- Kelebihan berat badan sebelum menjadi hamil (jika anda 20% atau lebih berat dari berat badan ideal anda).
- Anggota dari kelompok etnik yang berisiko tinggi (Hispanic, Black, Native American, atau Asian).
- Mempunyai gula dalam urin anda.
- Toleran glucose yang terganggu atau glucose puasa yang terganggu (tingkat-tingkat gula darah tinggi, namun tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes).
- Sejarah diabetes keluarga (jika orangtua atau saudara kandung anda mempuyai diabetes).
- Sebelumnya memberikan kelahiran bayi lebih dari 9 pounds.
- Sebelumnya memberikan kelahiran bayi yang meninggal.
- Mempunyai gestational diabetes dengan kehamilan sebelumnya.
- Mempunyai terlalu banyak cairan amniotic (kondisi yang disebut polyhydramnios).
Banyak wanita-wanita yang mengembangkan gestational diabetes mempunyai
faktor-faktor risiko yang tidak diketahui.
L. Mendiagnosa Gestational Diabetes
Wanita-wanita yang berisiko tinggi harus disaring untuk gestational
diabetes sedini mungkin selama kehamilan-kehamilan mereka. Semua wanita-wanta
lainnya akan disaring antara kehamilan minggu ke 24 dan 28.
Untuk menyaring gestational diabetes, anda akan mengambil tes yang disebut
tes toleran glucose oral. Tes ini melibatkan minum cairan yang dimaniskan
secara cepat, yang mengandung 50g gula. Tubuh menyerap gula ini secara cepat,
menyebabkan tingkat-tingkat gula darah naik dalam waktu 30-60 menit. Sample
darah akan diambil dari vena pada lengan anda 1 jam setelah minum larutan. Tes
darah mengukur bagaimana larutan gula di-metabolisme (diproses oleh tubuh).
Tingkat gula darah lebih besar dari atau sama pada 140mg/dL diakui sebagai
abnormal. Jika hasil-hasil anda adalah abnormal berdasarkan pada tes toleran
glucose oral, tes lain akan diberikan setelah berpuasa untuk beberapa jam.
Pada wanita-wanita yang berisiko tinggi mengembangkan gestational diabetes,
hasil tes penyaringan yang normal diikuti dengan tes penyaringan lain pada
waktu 24-28 minggu untuk konfirmasi diagnosis.
M. Mengendalikan Gestational Diabetes
Gestational diabetes
dikendalikan dengan:
- Memonitor tingkat-tingkat gula darah empat kali per hari (sebelum breakfast dan 2 jam setelah makan. Memonitor gula darah sebelum semua makan mungkin juga menjadi perlu).
- Memonitor urin untuk keton-keton (asam yang mengindikasikan diabetes anda tidak terkontrol).
- Ikuti petunjuk-petunjuk diet khusus seperti yang diinstruksikan oleh dokter anda. Anda akan diminta untuk mendistribusikan kalori-kalori anda secara merata sepanjang hari.
- Latihan setelah memperoleh izin dokter anda.
- Memonitor penambahan berat badan anda.
- Mengambil insulin, jika perlu. Insulin sekarang ini adalah obat diabetes satu-satunya yang digunakan selama kehamilan.
- Mengontrol hipertensi.
N. Bagaimana Saya Memonitor Tingkat-Tingkat Gula Darah
Saya ?
Menguji gula darah anda pada waktu-waktu tertentu
dari hari akan membantu menentukan apakah latihan dan pola-pola makan anda
mempertahankan tingkat-tingkat gula darah anda dibawah kontrol, atau apakah
anda memerlukan ekstra insulin untuk melindungi bayi anda yang sedang
berkembang. Dokter anda akan meminta anda untuk membuat catatan
makanan harian dan meminta anda untuk mencatat tingkat-tingkat gula darah rumah
anda.
Menguji gula darah anda melibatkan menusuk jari tangan anda dengan alat
lancet (jarum yang kecil dan tajam), menempatkan satu tetes darah diatas strip
penguji, menggunakan meter gula darah untuk memperlihatkan hasil-hasil anda,
merekam hasil-hasil dalam buku log, dan kemudian membuang lancet dan strips
secara benar (dalam "sharps" container atau container plastik yang
keras, seperti botol detergent laundry).
Bawa data-data gula darah anda ke dokter anda sehingga dokter anda dapat
mengevaluasi berapa baik tingkat-tingkat gula darah anda terkontrol dan
menentukan apakah perubahan-perubahan perlu dibuat pada rencana perawatan anda.
Dokter anda akan menunjukan pada anda bagaimana menggunakan glucose meter.
Ia dapat juga memberitahu anda dimana mendapatkan meter. Anda mungkin bisa
meminjamnya dari rumah sakit anda, karena banyak rumah-rumah sakit mempunyai
program-program pemberi pinjam meter untuk wanita-wanita dengan gestational
diabetes.
Tujuan dari pengamatan adalah mempertahankan gula darah anda sedekat
mungkin pada normal. Batasan-batasan termasuk:
|
Waktu Tes
|
Target Pembacaan Gula
Darah
|
|
Sebelum Makan Pagi
|
plasma dibawah 105;
seluruh darah dibawah 95
|
|
2 Jam Setelah Makan
|
plasma dibawah 130;
seluruh darah dibawah 120
|
Insulin dimulai jika tingkat-tingkat diatas tidak dipertahankan.
O. Perlukah Saya Mengambil Insulin Untuk Gestational
Diabetes ?
Berdasarkan pada hasil-hasil pengamatan gula darah
anda, dokter anda akan memberitahu anda apakah anda perlu mengambil insulin
dalam bentuk suntikan-suntikan selama kehamilan. Insulin adalah hormon yang
mengontrol gula darah. Jika insulin diresepkan untuk anda, anda mungkin diajari
bagaimana melakukan prosedur suntikan insulin.
Ketika kehamilan anda berlanjut, placenta akan membuat
lebih banyak hormon-hormon kehamilan dan dosis-dosis yang besar dari insulin
mungkin diperlukan untuk mengontrol gula darah anda. Dokter anda akan
menyesuaikan dosis insulin anda berdasarkan log gula darah anda.
Ketika
menggunakan insulin, "reaksi glucose darah rendah", atau hypoglycemia,
dapat terjadi jika anda tidak cukup makan makanan, melewati makan, tidak makan
pada wanktu yang benar, atau jika anda latihan lebih banyak dari biasanya.
Gejala-gejala dari
hypoglycemia termasuk:
- Kebingungan
- Dizziness
- Merasa gemetar
- Sakit-sakit kepala
- Tiba-tiba lapar
- Berkeringat
- Kelemahan
Hypoglycemia adalah persoalan yang serius yang perlu dirawat segera. Jika
anda pikir anda mempunyai reaksi gula darah rendah, periksa gula darah anda.
Jika gula darah anda kurang dari 60 mg/dL (miligram per deciliter), makan
makanan yang mengandung gula, seperti 1/2 cangkir orange atau apple juice; 1
cangkir skim milk; 4-6 potong permen yang keras (bukan yang bebas gula); 1/2
cangkir soft drink; atau 1 sendok makan madu, brown sugar, atau corn syrup.
Lima belas menit setelah memakan salah satu dari makanan-makanan yang didaftar
diatas, periksa gula darah anda. Jika ia masih kurang dari 60 mg/dL, makan lagi
salah satu dari pilihan-pilihan makanan diatas. Jika masih lebih dari 45 menit
sampai waktu makan anda berikutnya, makan roti dan sumber protein untuk
mencegah reaksi lainnya.
Rekam semua reaksi-reaksi gula darah rendah pada buku log anda, termasuk
tanggal, waktu dari hari reaksi terjadi dan bagaimana anda merawatnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Diabetes
kehamilan disebut juga diabetes masa hamil atau gestational diabetes mellitus
(GDM). Diabetes kehamilan hanya dialami oleh wanita yang sedang hamil. Jika
seorang wanita menderita diabetes saat ia sedang hamil dan sebelumnya belum
pernah mengalami diabetes berarti ia terkena diabetes kehamilan.
Menurut penelitian sekitar 40-60 persen ibu yang mengalami diabetes
mellitus pada kehamilan dapat berlanjut mengidap diabetes mellitus setelah
persalinan. Disarankan agar setelah persalinan pemeriksaan gula darah diulang
secara berkala misalnya setiap enam bulan sekali.
Saran
penulis dalam hal ini menyarankan
kepada pembaca agar supaya mempelajari dan menelaah makalah ini Sebagai
referensi dalam belajar .Sebagai penyusun makalah ini tentunya dalam penulisan
masih banyak kesalahan dalam penulisan dan lain sebagaai penulis saya menyarankan
kepada para pembaca agar memberikan kritik dan dan saran untuk terbentuknya
makalah yang lebih baik .



